MAJALAH EKONOMI – Di tengah Operasi Zebra Jaya 2025 yang sedang berlangsung, penggunaan helm berstandar SNI kembali menjadi salah satu pelanggaran yang paling dicari petugas.
Meski aturan ini sudah lama diberlakukan, masih banyak pengendara yang belum memahami apa saja syarat sebuah helm bisa dinyatakan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), serta mengapa standar tersebut menjadi penting.
Padahal, helm SNI merupakan acuan dasar keselamatan yang memastikan produk yang dipakai pengendara telah melalui uji material, konstruksi, dan kemampuan melindungi kepala saat terjadi benturan.
Penetapan standar helm merujuk SNI 1811-2007 dan perubahannya yang tertuang pada SNI 1811-2007/Amd:2010.
Melalui ketentuan tersebut, Badan Standardisasi Nasional (BSN) memastikan setiap helm yang beredar memenuhi spesifikasi minimal, mulai dari ketahanan bahan terhadap suhu ekstrem, radiasi ultraviolet, hingga paparan cairan seperti bensin dan minyak.
Syarat Mutu Material Helm SNI
1. Dibuat dari bahan yang kuat dan bukan logam, tidak berubah jika ditempatkan di ruang terbuka pada suhu 0 derajat Celsius sampai 55 derajat Celsius selama paling sedikit 4 jam dan tidak terpengaruh oleh radiasi ultra violet, serta harus tahan dari akibat pengaruh bensin, minyak, sabun, air, deterjen dan pembersih lainnya.
2. Bahan pelengkap helm harus tahan lapuk, tahan air dan tidak dapat terpengaruh oleh perubahan suhu.
3. Bahan-bahan yang bersentuhan dengan tubuh tidak boleh terbuat dari bahan yang dapat menyebabkan iritasi atau penyakit pada kulit, dan tidak mengurangi kekuatan terhadap benturan maupun perubahan fisik sebagai akibat dari bersentuhan langsung dengan keringat, minyak dan lemak si pemakai.
Tidak hanya soal material, konstruksi helm juga diatur secara detail, mulai dari tempurung yang harus keras dan homogen, lapisan peredam kejut minimal 10 milimeter, tali pengikat dagu yang kuat, hingga batas tonjolan dan sudut pandang pengendara.
Seluruh persyaratan ini dirancang agar helm benar-benar mampu melindungi kepala secara optimal, bukan sekadar memenuhi estetika atau gaya.
Syarat Konstruksi Helm SNI
1. Helm harus terdiri dari tempurung keras dengan permukaan halus, lapisan peredam benturan dan tali pengikat ke dagu.
2. Tinggi helm sekurang-kurangnya 114 mm diukur dari puncak helm ke bidang utama, yaitu bidang horizontal yang melalui lubang telinga dan bagian bawah dari dudukan bola mata.
3. Keliling lingkaran bagian dalam helm adalah S (antara 500 mm–540 mm, M (540 mm–580 mm), L (580 mm–620 mm), XL (lebih dari 620 mm).
4. Tempurung terbuat dari bahan yang keras, sama tebal dan homogen kemampuannya, tidak menyatu dengan pelindung muka dan mata serta tidak boleh mempunyai penguatan setempat.
5. Peredam benturan terdiri dari lapisan peredam kejut yang dipasang pada permukaan bagian dalam tempurung, dengan tebal sekurang-kurangnya 10 mm dan jaring helm atau konstruksi lain yang berfungsi seperti jaring helm.
6. Tali pengikat dagu lebarnya minimal 20 mm dan harus benar-benar berfungsi sebagai pengikat helm ketika dikenakan di kepala dan dilengkapi dengan penutup telinga dan tengkuk, Konstruksi helm half face yang sesuai SNI.
7. Tempurung tidak boleh ada tonjolan keluar yang tingginya melebihi 5 milimeter dari permukaan luar tempurung dan setiap tonjolan harus ditutupi dengan bahan lunak dan tidak boleh ada bagian tepi yang tajam.
Dengan standar yang ketat, tidak mengherankan jika helm SNI menjadi patokan polisi saat melakukan razia.
Penggunaan helm non-SNI, termasuk helm replika atau helm bergaya unik yang tidak melalui proses uji resmi, berpotensi membahayakan pengendara karena tidak memiliki kemampuan meredam benturan sesuai standar keamanan yang berlaku.
Hal yang menarik, standar SNI ini tidak berdiri sendiri. Menurut BSN, acuan teknisnya mengadaptasi standar internasional E/ECE/324 dan E/ECE/TRANS/505, yang berlaku di lebih dari 50 negara.