Sahibul Hikayat: Tradisi Betawi yang Nyaris Tak Terdengar

Oleh : Murodi al-Batawi

Dahulu, sebelum ada media TV swasta, yang menayangkan berbagai hiburan, mulai dari sintron, musik, travelling, dan tayangan lainnya, Radio menjadi salah satu media komunikasi yang dibanggakan.

Pada era 70-an, hanya ada RRI, dan beberapa Radio Swasta, seperti RKM, Radio Kayu Manis. Hampir setiap saat, masyarakat, terutama masyarakat Betawi, selalu mendengarkan program acara tertentu. Kalau ingin mendengarkan ceramah agama Islam, mereka mendengarkan siaran Kuliah Subuh dari RRI dan RKM.

Para penyiar dan penceramahnya orang-orang tertentu dan hebat, seperti KH. Kosim Nurseha, Buya Hamka dan Zakiah Daradjat, penceramah agama Islam di RRI. Sementara KH. Kosim Nurseha, selalu mengisi ceramah di RKM ( Radio Kayu Manis). Beliau menjadi penceramah tetap fi Radio tersebut. Baik mereka yang mengisi acara di RRI atau di RKM, mereka juga sebagai pengisi acara keagamaan di stasion TVRI, saat malam Jum’at. Jadi, mereka adalah orang-orang hebat saat itu. Jika saatnya tiba, masyarakat pendengar dengan khusuk mendengarkan isi ceramah yang disampaikan. Bahkan masyarakat pendengar selalu menantikan jadual acara tersebut.

Bahkan para pendengar juga sangat antusias mendengarkan acara sandiwara Brama Kumbara, yang mulai disiarkan era 80 an. Semua telinga mendekat ke Radio untuk mendengarkan jalannya cerita Brama Kumbara tersebut.

Dan ketika RRI dan Radio Swatsa membuat program cerita rakyat, Sohibul Hikayat, hampir semua orang Betawi mendengarkan cerita yang dibawakan oleh Sang Empunya cerita, Sohibul Hikayat. Terutama ketika Jait, sang Sohibul Hikayat, menceitakan kisah seorang putri raja, yang diculik makhluk Jin, semua telinga terpasang mendengarkan kelanjutan cerita tersebut.

Dalam setiap awal cerita, selalu dimulsi dengan ksta, “Syahdan, Bang Jait, melanjutkan ceritanya sampai jin itu masuk ke botol, tapi dia lupa, kalau sang puteri itu makhluk kasar, yang gak bisa mengecil dan menghilang. Akhirnya para prajutit berhasil membawa pulang sang puteri ke istana raja. Jin yang terperangkap di dalam botol, gak bisa ke luar. Di situlah Sang Sohibul Hikayat berperan dengan mengatakan
“Rasain lu jin, emang enak dalam botol, yang pengap. Gsk bisa keluar lu jin”.

Tradisi cerita Betawi yang melegenda ini, terpengaruh dari cerita masyarakat Kota Bagdad, yang tertuang dalam satu karya Alfu Lailah Wa Lailah. Semua

Sohibul Hikayat, selain mengisi acara di radio, dia juga sering dipanggil untuk acara pernikahan, menghibur para tetamu undangan. Biasanya, sekitar jam 8.00 sampai jam 10.00 malam dia bercerita. Berhikayat tentang kehidupan para raja dan istana. Ide ceritanya selalu merujuk ke cerita istana Baghdad. Karena referensinya adalah Cerita Seribu Satu Malam, alfu lailah wa lailah. Semua cerita selalu berpulang ke raja Syahriyar dan permaisuri. Jadi ceritanya selalu tentang raja, permaisuri, istana, Jin, Tukang Sihir dan tempat-tempat tertentu di Timur Tengah.

Cerita seperti inilah yang selalu disampaikan lewat tutur kata Sang Empunya Cerita. Tentu saja sudah banyak mendapatkan modifikasi alur cerita dari Cerita rakyat Bagdad dan Persia ke dalam cerita khas Islam Nusantara dan Betawi.

Sohibul Hikayat Sebagai Media Dakwah.

Meskipun pada masa awalnya referensi cerita dalam Sohibul Hikayat bernuansa Timur Tengah dan Nusantara, lama kelamaan, merefer ke tradisi dan cerita lokal di Betawi sebagai penanda identitas Betawi, sehingga banyak cerita bernuansa kebetawian.

Sebagaimana diketahui bahwa Sohibul Hikayat, merupakan saduran dari cerita yang pernah terjadi pada masa Harun sl-Radyid dari Dinasti Bani Abbasiyah(750-1258 M), yang berarti banyak cerita tentang kondisi masyarakat Islam yang religius. Kisah-kisah tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, termasuk sastra dan budaya, menjadi bahan menarik untuk dijadikan sebagai media dakwah. Cuma, tradisi bertutur cerita ini stau Sohibul Hikayat, sudah hilang. Bahkan nyaris tak terdengar.(Odie).

Pamulang, 07-05-2024
Murodi al-Batawi