DEPOK – Rencana pembangunan Fly Over Margonda akhirnya ditunda dan akan dimasukkan kedalam RAPBD 2027 atau perubahan APBD 2026.
Hal tersebut ditegaskan anggota Komisi C DPRD Kota Depok H. Bambang Sutopo (HBS) saat dikonfirmasi Depokpos, Rabu (19/10).
HBS menyebut, kepastian ditundanya rencana tersebut setelah Banggar DPRD Kota Depok menggelar rapat pada Selasa (17/10) kemarin. Hal ini sesuai dengan Rapat Renja 2026 dengan komisi C, 12 September lalu yang hanya dianggarkan untuk Detailed Engineering Design (DED) Fly Over Margonda, pada rapat pembahasan banggar sempat muncul pengajuan anggaran sebesar 275 milyar, yang bersumber dari pinjaman.
“Hal ini sdah sesuai Waktu Rapat Renja 2026 Dinas PUPR dg komisi C, 12 September lalu yang hanya dianggarkan utk DED FO Margonda, dan belum ada FS, serta belum mendapat persetujuan dari Dewan dan dari Pusat,” tegas HBS.
HBS Sebagai Anggota DPRD Kota Depok juga menegaskan Komisi C akan terus mengawal usulan pinjaman daerah dan menyebut beberapa hal penting yang perlu diperhatikan.
“Yang pertama memastikan usulan pinjaman daerah selaras dengan kapasitas fiskal daerah dan diuji kelayakannya, DPRD perlu meminta dokumen studi kelayakan, laporan keuangan 3 tahun terakhir, proyeksi pengembalian, risiko gagal bayar,” jelas HBS.
“Yang kedua, bahwa pinjaman hanya boleh digunakan untuk proyek-yang produktif dan strategis, bukan hanya untuk menutup defisit rutin atau belanja operasional yang biasa,” tambahnya.
“Karena sanksi denda dan mekanisme pemotongan transfer bisa timbul, saya sebagai anggota DPRD Depok perlu memastikan adanya mekanisme pengawasan dan transparansi, termasuk tahapan persetujuan peminjaman, penggunaan dana, dan pelaporan pengembalian,” tambah HBS.
Hal tersebut menurutnya karena beban pengembalian dapat mempengaruhi APBD ke depan, DPRD harus mempertimbangkan dampak pembiayaan utang terhadap kemampuan daerah menjaga layanan publik seperti pendidikan, kesehatan dan lainnya.
“Sebagai bentuk mitigasi risiko, DPRD bisa mengusulkan agar pinjaman tersebut tidak melebihi masa jabatan Kepala Daerah (praktik yang disarankan oleh ekonom) agar tanggung jawab pengembalian tidak dilempar ke penggantinya,” jelasnya.
Seperti diketahui, PP 38/2025 membuka peluang bagi Pemkot Depok untuk mendapatkan pembiayaan dari Pemerintah Pusat, namun dengan syarat ketat, batas pemanfaatan, dan risiko sanksi yang nyata apabila kewajiban pengembalian tidak dipenuhi.
“Bagi DPRD Kota Depok, peran pengawasan menjadi sangat penting agar pinjaman daerah benar-benar mendukung pembangunan daerah dan tidak menjadi beban fiskal di masa depan,” pungkas HBS.
Sebelumnya, Ketua Komisi C pada DPRD Depok, Hengky mengaku hingga kini pihaknya bersama anggota komisi C belum mendapatkan laporan perihal kajian perencanaan dan kajian teknis rencana pembangunan Fly Over Margonda.
“Sudah pernah rapat kerja antara DPUPR dengan Komisi C, namun belum sampai kepada materi khusus tentang perencanaan yang matang tentang pembangunan fly over yang di maksud. Bahkan hingga kini, DED maupun Feasibility Study (FS) belum kami terima dari Bappeda Kota Depok,” papar Hengky.
Sebagai Ketua Komisi C, Hengky mengaku tidak bermaksud menghambat rencana pembangunan Fly Over Margonda. Ia bahkan dalam rapat paripurna memberikan apresiasi atas langkah Wali Kota Depok dalam mengentaskan masalah kemacetan yang ada.
Hengky mengaku hanya mengimbau agar Pemkot Depok berhati-hati dalam penggunaan anggaran, terlebih itu uang masyarakat dimana penggunaannya harus berdasarkan pada layanan Good Governance, sehingga benar2 menyentuh pada aspek prioritas kebutuhan masyarakat yang dalam penggunaannya tepat sasaran.
Hengky menegaskan bahwa proses penganggaran pada proyek infrastruktur strategis harus mengikuti prinsip kehati-hatian serta mematuhi standar tata kelola yang baik.
Komisi C menilai bahwa Detail Engineering Design (DED) dan Feasibility Study (FS) merupakan dokumen fundamental yang wajib diselesaikan sebelum anggaran pembangunan fisik disetujui.
“Komisi C berpandangan bahwa pengambilan keputusan anggaran harus didasarkan pada dokumen teknis yang lengkap dan valid. Tanpa DED dan FS yang tuntas, risiko ketidaktepatan biaya, ketidaksesuaian desain, serta potensi pemborosan anggaran menjadi sangat tinggi,” tegas Hengky.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya tidak dalam posisi menolak pembangunan, namun meminta agar Pemerintah Kota Depok memastikan seluruh pra-syarat teknis dipenuhi terlebih dahulu. Hal ini penting agar proyek dapat berjalan efektif, efisien, dan terukur, serta tidak menimbulkan persoalan hukum maupun administrasi di kemudian hari.
Ia katakan, Komisi C DPRD Depok mendorong Pemkot Depok untuk mempercepat penyelesaian FS dan DED secara terbuka, akuntabel, dan dapat diawasi publik, menyampaikan laporan perkembangan secara berkala kepada DPRD serta menjamin bahwa setiap proyek infrastruktur besar memiliki kajian teknis yang kuat agar tepat manfaat dan tepat anggaran.
“Pada prinsipnya kami mendukung pembangunan. Namun dukungan tersebut harus sejalan dengan kehati-hatian, agar setiap rupiah dari APBD benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat,” tutup Hengky.