Fungsi Pengawasan Syariah dalam Lembaga Keuangan Islam

DEPOKPOS – Perkembangan lembaga keuangan Islam (LKI) memberikan solusi bagi umat Muslim yang ingin berpartisipasi dalam jasa keuangan tanpa harus melanggar prinsip-prinsip syariah. LKI seperti bank Islam, asuransi syariah, dan lembaga pembiayaan berbasis syariah berkomitmen untuk menghindari praktik-praktik yang dilarang, seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi).

Di sinilah peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) menjadi sangat penting dalam memastikan bahwa seluruh produk dan layanan yang ditawarkan LKI tetap berada dalam koridor syariah. DPS hadir untuk mengawasi, mengevaluasi, dan menilai setiap aktivitas agar sesuai dengan syariat Islam, serta menjaga kepercayaan umat terhadap integritas lembaga keuangan tersebut.

Namun, tantangan utama yang dihadapi DPS adalah ketidakseragaman standar pengawasan di berbagai negara yang memiliki lembaga keuangan syariah. Hal ini, menurut Garas (2010), menciptakan potensi konflik kepentingan dan membuat DPS kurang efektif dalam menjalankan tugasnya. Artikel ini membahas lebih lanjut peran DPS, tantangan pengawasan syariah, dan implikasi standarisasi terhadap efektivitas DPS dan kredibilitas LKI.

Dewan Pengawas Syariah memiliki tanggung jawab yang krusial dalam memastikan bahwa setiap aktivitas, produk, dan kebijakan LKI sesuai dengan syariah. DPS tidak hanya bertugas memberikan fatwa dan persetujuan atas produk-produk baru, tetapi juga mengawasi praktik keuangan harian untuk menghindari penyimpangan yang dapat merusak reputasi syariah LKI.

Keberadaan DPS bukan hanya sebatas memenuhi syarat bagi masyarakat Muslim yang membutuhkan produk finansial yang halal, tetapi juga membangun sistem tata kelola berbasis etika yang menarik kepercayaan lebih luas, termasuk di kalangan non-Muslim yang mencari alternatif keuangan berbasis nilai.

Menurut saya, DPS memiliki peran strategis dalam menjaga keseimbangan antara kepatuhan syariah dan kebutuhan bisnis. Namun, posisi DPS yang sering kali terintegrasi dalam manajemen lembaga keuangan mengundang potensi konflik kepentingan, karena keputusan DPS dapat dipengaruhi oleh tekanan internal atau eksternal dari pihak yang berkepentingan pada keuntungan bisnis.

Untuk menjaga independensinya, DPS perlu diposisikan sebagai entitas yang terpisah dari struktur eksekutif, misalnya langsung di bawah pemegang saham atau dewan direksi. Dengan demikian, DPS dapat berfungsi optimal tanpa adanya campur tangan yang mengganggu dari manajemen.

Meskipun peran DPS sangat fundamental dalam LKI, terdapat beberapa tantangan dalam menjalankan tugasnya, terutama terkait kurangnya standarisasi pengawasan syariah secara global. Di berbagai negara, DPS sering kali dihadapkan pada interpretasi yang berbeda-beda dalam prinsip syariah. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakselarasan dalam pengawasan dan kredibilitas lembaga, apalagi jika terdapat perbedaan pemahaman yang signifikan antara satu DPS dengan DPS lainnya.

Garas (2010) menyoroti bahwa perbedaan ini dapat menghambat efisiensi DPS dan menyebabkan ketidakpercayaan di kalangan nasabah Muslim maupun non-Muslim terhadap konsistensi penerapan syariah di LKI. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi DPS adalah kebutuhan untuk memverifikasi seluruh produk dan transaksi secara menyeluruh, yang sering kali memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar.

Di satu sisi, proses ini menambah nilai transparansi dan meningkatkan kepercayaan nasabah bahwa produk yang mereka gunakan sesuai dengan prinsip syariah. Namun, di sisi lain, proses ini juga memperlambat pengambilan keputusan dan respons bisnis dalam LKI, terutama dalam merespons dinamika pasar yang cepat. Hal ini menjadi kekurangan kompetitif bagi LKI, khususnya ketika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional yang tidak dibatasi oleh persyaratan syariah.

Standarisasi pengawasan syariah sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kredibilitas LKI. Dengan standar yang seragam, DPS dapat lebih mudah menjalankan tugas pengawasannya dan mengurangi risiko perbedaan interpretasi syariah yang merugikan. Standarisasi ini juga memberikan panduan yang jelas bagi DPS di berbagai negara dalam menyusun fatwa, serta mengurangi potensi konflik kepentingan dan meningkatkan kualitas layanan LKI.

Saya melihat bahwa upaya standarisasi pengawasan syariah dapat diinisiasi melalui lembaga internasional seperti Organisasi Akuntansi dan Audit untuk Lembaga Keuangan Islam (AAOIFI), yang telah merumuskan beberapa standar pengawasan syariah.

Namun, implementasi standarisasi yang lebih menyeluruh membutuhkan dukungan kolaboratif dari negara-negara Muslim dan lembaga-lembaga keuangan syariah di seluruh dunia. Selain meningkatkan kepercayaan publik, standarisasi ini juga dapat membantu LKI menciptakan produk syariah yang lebih kompetitif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara konsisten.

Dewan Pengawas Syariah memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga integritas LKI agar tetap berada dalam kerangka syariah. Meskipun begitu, tantangan dalam hal standarisasi dan independensi DPS memerlukan perhatian khusus agar DPS dapat menjalankan fungsinya dengan lebih efektif dan dapat dipercaya. Standarisasi global dan dukungan yang lebih besar terhadap independensi DPS akan memperkuat pengawasan syariah di LKI, yang pada akhirnya akan menciptakan lembaga keuangan yang lebih kredibel dan kompetitif di pasar global.

Menurut pandangan saya, DPS sebaiknya juga mengembangkan kapasitasnya dalam pemahaman yang lebih luas terkait dinamika pasar dan manajemen risiko keuangan. Hal ini akan membantu DPS dalam memberikan fatwa dan keputusan yang tidak hanya sejalan dengan syariah, tetapi juga relevan dengan konteks bisnis modern. Sebuah DPS yang memiliki kompetensi dalam bidang keuangan modern akan mampu menilai risiko dengan lebih baik dan memberikan solusi syariah yang tepat guna serta inovatif, yang akan mendukung daya saing LKI.

Lebih lanjut, menurut saya penting bagi DPS untuk memperkuat kolaborasi dengan DPS di berbagai negara dalam jaringan yang lebih kuat, baik melalui konferensi, penelitian bersama, maupun pembaruan regulasi yang menyeluruh. Hal ini akan memastikan bahwa DPS di seluruh dunia memiliki pemahaman dan standar yang seragam.

Jika seluruh DPS memiliki panduan yang sama, ini tidak hanya akan memudahkan pengawasan dan verifikasi, tetapi juga meminimalisir perbedaan yang merugikan reputasi LKI secara keseluruhan. Melalui kolaborasi ini, DPS dapat menyusun dan menerapkan praktik-praktik terbaik yang dapat memberikan manfaat baik bagi LKI maupun para nasabah yang mencari layanan keuangan berbasis etika.

Nabila Khoirunnisa, Mahasiswi STEI SEBI